JellyMuffin.com - The place for profile layouts, flash generators, glitter graphics, backgrounds and codes

Kamis, 15 Mei 2008

Wong Cilik Nangis Darah

Wong Cilik Nangis Darah
Djoko Su'ud Sukahar – detikcom

Jakarta - Di Jawa Tengah, seorang tukang becak yang miskin meracun dua anaknya yang masih kecil-kecil. Satu anak terselamatkan, sedang yang paling kecil nyawanya tak tertolong. Sang bapak berbuat nekaT bukan karena tak sayang anak. Justru sebaliknya. Ia tak tega melihat anaknya yang lucu-lucu itu menderita akibat kemiskinan ayahnya.

Di Bogor, seorang ibu nekad bunuh diri. Ia terhimpit masalah ekonomi, dan tak mampu membayangkan bagaimana periuk keluarganya jika kabar bakal naiknya Bahan Bakar Minyak (BBM) benar-benar direalisasi pemerintah. Dengan seutas tali ibu ini mengakhiri hidupnya di tiang gantungan.

Di tengah kabar yang menyayat hati itu, berita penyelundupan dan penimbunan BBM marak dimana-mana. Dari beberapa daerah dikabarkan, kebutuhan pokok di pasaran ramai-ramai beralih harga. Ditambah riuhnya aksi protes mahasiswa yang meminta pemerintah membatalkan 'niat buruknya', maka lengkap sudah indikator negeri ini menuju chaostis .

Berbagai peristiwa itu perlu menjadi perhatian pemerintah. Ini merupakan sinyal kongkret, bahwa kenaikan BBM sama dengan membuat semuanya susah. Itu belum jika BBM benar-benar naik. Tak terbayangkan jerit tangis yang bakal terjadi di seantero negeri ini.

BBM memang segalanya. Itu urat nadi perekonomian. Jika digoyang, maka akan terjadi kegoncangan. Efek domino dari BBM tak terelakkan. Ia hanya pemicu. Sumbu dinamit untuk meledakkan semua yang terkait.

Sebenarnya kalau mau, pemerintah bisa melakukan langkah lain. Ada banyak cara untuk mengatasi defisit akibat kenaikan harga minyak dunia. Semboyan 'Kita Bisa' jangan hanya dipakai sebagai slogan. Itu bisa direalisasi, tergantung political will pemerintah. Sebab kita ini tidak miskin-miskin amat.

Kita sebut bisa, karena itu sudah dibuktikan tetangga kita yang juga miskin, Negara Srilanka. Negeri yang terus perang itu mampu memberi pengobatan dan pendidikan gratis bagi rakyatnya. Negeri itu juga bisa memberi subsidi tambahan bagi keluarga yang anaknya masuk perguruan tinggi.

Tapi kita, hanya dengar-dengar kabar saja ada sekolah gratis. Juga pengobatan free, itu hanya dilakukan 'oknum' tertentu di Puskesmas terbatas. Disebut oknum, karena mayoritas tidak mengenakan bayaran pada pasien miskin, tetapi memungut sumbangan. Sami mawon.

Kalau pemerintah terpaksa harus melakukan terobosan, sita aset para koruptor. Naikkan cukai rokok sampai lima ratus persen, karena rakyat tidak bakalan mati karena tidak merokok. Naikkan fiskal agar tidak banyak orang kaya menghambur-hamburka n uang di luar negeri.

Buka perjudian legal untuk menghindari capital flight dan mengeruk uang para penjudi asing. Dan jika amat-amat terpaksa, jual beberapa pulau yang tak mampu diurusi. Toh diawasi pun Sipadan dan Ligitan migrasi ke Malaysia. Sedang Timor Timur dan Ambeno memerdekakan diri.

Rakyat kita sudah capek miskin. Dan buat apa kita miskin di tengah kekayaan yang digembar-gemborkan melimpah itu. Ini seperti ayam yang mati di lumbung padi. Adakah pemerintah memang sedang mempraktekkan ironi itu?

Para pemimpin, sudahlah ngurus negara jangan sulit-sulit. Ini bukan soal matematika. Niatkan untuk membahagiakan rakyat. Niatkan untuk menyenangkan rakyat, dan lakukan itu.

Jangan buat wong cilik nangis darah. Jangan menyusahkan rakyat dengan membuat kebijakan yang tidak bijak. Sebab kita sendiri belum tahu, adakah Indonesia masih ada di seratus tahun ke depan. Nihilis? Mungkin !

Keterangan Penulis:
Djoko Su'ud Sukahar, pemerhati budaya, tinggal di Jakarta. Alamat e-mail jok5000@yahoo. com.

Tidak ada komentar: